Jumat, 12 Juli 2019

Tahapan menuju kata ilmu

Semoga kita dipersaudarakan dalam kebenaran


1. ‘Ilm الْعِلْمُ إِذَرَاكُ الشَّيْءِ عَلَى مَا هُوَ عَلَيْهِ إِدْرَاكًا جَازِمًا (الْعِلْمُ); Ilmu adalah mengetahui sesuatu sebagaimana hakikat sebenarnya dengan pengetahuan yang pasti.

Contoh: pengetahuan bahwa keseluruhan itu lebih besar daripada sebagian, niat itu syarat dalam ibadah, dan seterusnya.

Ilmu itu sendiri dibagi menjadi dua bagian:

Pertama, Ilmu Dharuri, yaitu pengetahuan tentang sesuatu secara pasti tanpa memerlukan penelitian dan pembuktian.
Contoh: ilmu bahwa keseluruhan itu lebih besar daripada sebagian, api itu panas, dan Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah utusan Allah عزَ وجل.

Kedua,  Ilmu Nazhari, yaitu pengetahuan yang membutuhkan penelitian dan pendalilan.

Contoh: ilmu tentang wajibnya niat dalam shalat.

2. Yaqin (اليَقِيْنُ); secara bahasa adalah kemantapan hati atas sesuatu. Berasal dari terminologi Arab (يَقَنَ الْمَاءُ فِي الْحَوْضِ); yang artinya air itu tenang di kolam. Atau dapat juga dikatakan sebagai keyakinan hati yang berdasar kepada dalil.

3. Zhann (الظَنُّ); persangkaan kuat/ dugaan kuat; jika condong kepada yang rajih/ kuat.

Contoh: apabila seseorang sedikit meragukan sesuatu apakah halal atau haram, namun persangkaan yang kuat dalam hatinya berdasar dalil yang dia ketahui bahwa hal itu haram, maka persangkaan kuat inilah yang dinamakan dengan Zhann.(الظَنُّ)

4. Syakk (الشَكُّ); keraguan tanpa dapat memilih dan tidak sanggup menguatkan salah satu di antara keduanya; kemungkinannya sama antara yang rajih/ kuat dengan yang marjuh/ lemah.

Syakk/ (الشَكُّ) secara bahasa artinya adalah keraguan. Maksudnya adalah apabila terjadi sebuah kebimbangan antara dual hal yang mana seseorang itu tidak dapat memilih dan menguatkan salah satunya. Namun apabila masih dapat menguatkan salah satunya maka hal itu tidak dinamakan dengan Syakk.(الشَكُّ)
5.Wahm (الوَهْمُ); persangkaan lemah/ dugaan lemah/ keliru; jika condong kepada yang marjuh/ lemah. Atau dalam kalimat lain dapat dikatakan bahwa, Wahm yakni mengetahui sesuatu yang berlawanan dengan yang rajih/ kuat.

Contoh: pada contoh kasus nomor 3, maka kemungkinan yang lemah, yaitu halalnya perbuatan tersebut, itulah yang dinamakan dengan Wahm/ (الوَهْمُ).

6. Jahl (الجَهْل); adalah kebodohan. Ia terbagi kedalam dua macam:

Pertama, Jahl Basith/ (الجَهْلُ الْبَسِيْطُ), sama sekali tidak mengetahui. Dapat juga disebut sebagai kebodohan yang ringan yakni seseorang itu tidak mengetahui namun dia menyadari bahwa dirinya tidak mengetahui.
Contoh: jika seseorang ditanya, “Kapan terjadinya perang Badar?” lalu dia menjawab, “Saya tidak tahu.”

Kedua, Jahl Murakkab/ (الجَهْلُ الْمُرَكَّبُ), kebodohan yang berat yakni seseorang itu tidak mengetahui namun dia mengaku mengetahui. Contoh: jika seseorang ditanya, “Kapan terjadinya perang Badar?” lalu dia menjawab, “Pada tahun ke-tiga Hijriah (padahal yang benar tahun ke-dua Hijriah).”







Sumber : https://temanshalih.com/arti-ilm-yaqin-zhann-syakk-wahm-jahl-basith-murakkab/

Minggu, 29 Desember 2013

Proses Kerja Membanding

Bisakah Anda membenarkan sesuatu yang Anda fahami salah ?!


Bila “proses kerja” berfikir adalah serangkaian urutan gerak akal
yang diawali dengan bertanya, mendata, menganalisa...
dan diakhiri dengan menjawab...

Maka yang dimaksud dengan “proses kerja” disini adalah
urutan kerja dari yang paling awal (yaitu “jelasnya tujuan”)
hingga “tercapainya tujuan tersebut”.

Setelah kita menetapkan tujuan,
memahami batasan masalahnya, & meletakkan validatornya...
maka kini kita akan memasuki sektor kerja berikutnya, yaitu:

1. Memahami obyek banding.
2. Membanding.
3. Mengambil hasil perbandingan.



1. BAGAIMANA MEMAHAMI OBYEK BANDING ?!

Bila kita dihadapkan pada dua alternatif, untuk memilih A atau B,
maka sebelumnya kita harus membanding.
Tentu, untuk bisa membanding dengan benar,
sebelumnya kita harus faham tentang A & juga tentang B.

Bisakah kita memilih A padahal belum faham tentang B?
Atau memilih B padahal belum faham tentang A?
Karena memang...
Hasil sebuah kerja membanding
sangatlah ditentukan oleh seberapa pemahaman kita
terhadap obyek-obyek yang kita bandingkan.

Berkaitan dengan masalah diatas,
minimal ada dua hal yang mesti diperhatikan, yaitu:


a. Prinsip keadilan dalam dunia informasi.
    Masalah ini mengkait tentang “Sumber Informasi” & “Mata Rantai Informasi”.

b. Prinsip keadilan dalam mensikapi informasi.
   * Menerima atau menolak informasi harus dengan hujjah.
      Tidak boleh tergesa-gesa menolak, tapi juga tidak tergesa-gesa menerima.
   * Sangat perlu untuk menghidupkan budaya tabayyun.
   * Menyadari bahwa daya serap manusia terhadap informasi,
      masing-masing orang tidaklah sama & relatif.
   * Jangan mengatas-namakan pemahaman Andasebagai pemahaman pihak lain,
      manakala pemahaman tersebut masih bersifat relatif.
   * Janganlah menilai orang lain dengan standar diri Anda.
   * Tegakkanlah sikap tepo-sliro dalam dunia informasi.

Tanpa kedua prinsip tersebut (a & b),
kita akan terjebak dalam ketakadilan informasi.



2. BAGAIMANA MEMBANDING DENGAN EFEKTIF?!

Langkah pertamanya adalah memahami prinsip dasar (prinsip primer)
dari masing-masing obyek banding... kemudian membandingkannya.
Bila disitu terdapat perbedaan, maka ukurlah dengan validatornya,
maka Anda akan segera bisa menentukan hasil perbandingan.

Bila ternyata prinsip primernya sama, lihatlah prinsip yang dibawahnya,
yaitu pada prinsip sekundernya.

Bila masih sama juga, ambillah prinsip yang dibawahnya lagi,
yaitu prinsip tersiernya.
Bila ternyata masih sama juga, maka lihatlah yang dibawahnya lagi...
Dan begitulah seterusnya, sampai ditemukan perbedaannya.
Maka disitulah Anda bisa menemukan perbandingannya,
mana yang lebih baik & mana yang kurang baik.

Bila pada prinsip primernya sudah ditemukan titik perbedaannya,
maka disitulah titik perbandingan dari keduanya,
dan Anda langsung bisa memilihnya.

Bila prinsip primernya berbeda,
meskipun didapati berjuta kesamaan,
tetapi adanya pada prinsip dibawahnya,
itu tidaklah akan mempengaruhi perbedaan dasarnya.

Bila Anda membandingkan antara Islam dengan Kristen,
Atau membandingkan antara Ahlussunnah dengan Syi’ah,
dengan cara membandingkan aturan-aturan fiqihnya,
maka Anda tengah berbuat sia-sia.
Kerja Anda menjadi sangat tidak efektif,
atau bahkan Anda bisa terjebak pada keruwetan-keruwetan
yang kian menyulitkan & semakin rumit.



3. BAGAIMANA MENENTUKAN HASIL PERBANDINGAN?!

Disinilah akhir dari proses kerja membanding.
Yaitu pada saat Anda telah menentukan hasil perbandingan.
Bahwa yang lebih benarlah yang harus Anda ambil.

Bila yang lebih benar itu sesusi dengan kesenangan nafsu Anda,
itu mudah & tidak menjadikan masalah.
Tapi sering terjadi, kita harus memilih sesuatu yang tidak kita senangi,
sekaligus harus menyisihkan sesuatu yang kita senangi tersebut.
Namun, itulah resiko & konsekuensi logis bagi para pencari kebenaran.
Justru disinilah kehidupan & kemanusiaan kita dipertaruhkan.
Kalau tidak kalah ya menang.
Kita ini pengikut akal atau pengikut nafsu.
Penegak kebenaran atau penegak kesenangan.

Disinilah nampak pentingnya tujuan,
yang di langkah pertama mesti benar-benar kita persiapkan dengan pasti.
 

Kemudian hakimilah diri Anda sendiri:

* Dimanakah posisi Anda dalam perbandingan madzhab ini?
* Apakah saya ini termasuk orang-orang yang benar atau salah?
* Apakah saya ini termasuk orang yang baik atau buruk?
* Apakah saya ini termasuk orang yang agamis atau tidak agamis?
* Apakah saya ini termasuk orang yang islami atau tidak islami?
 

Lalu tanyakanlah kepada diri Anda sendiri:

* Bisakah saya bergerak melampaui pemahaman saya?!
* Bisakah saya memahami sesuatu yang saya tidak faham?!
* Bisakah saya membenarkan sesuatu yang saya fahami salah?!
* Bisakah saya menyalahkan sesuatu yang saya fahami benar?!
* Bisakah saya saya memilih sesuatu yang saya fahami salah?! dan...
* Bisakah saya membuang sesuatu yang saya fahami benar?!
 

Bila Anda menjawab dengan “bisa”,
maka Anda sudah terjerat kedalam lembah hawa nafsu,
dan telah menyia-nyiakan anugerah yang tertinggi dalam diri Anda,
yaitu akal & kehendak bebas Anda.
Bagaimana mungkin seorang muslim yang baik...
akan melakukan hal yang sedemikian menggelikan...?!
Lalu dimanakah letak kemuslimannya...?!
Terletak pada “simbol-simbol & baju-baju predikat”...?!
atau lebih pada “kerinduan & kecintaannya kepada kebenaran” ?!

Konsekuensi Pembanding

Maukah Anda meminum obat ?!

Seluruh manusia mencari kebahagiaan.
Kebahagiaan itu hanya ada dibalih kebenaran.
Maka manusia haruslah berjuang mencari kebenaran.
Kemudian mengambilnya seta memanfaatkannya.
Untuk menggapai kebahagiaannya.

Bagaimana tanggapan Anda...
Bila ada orang yang ingin sembuh dari sakitnya...
Ia amat ingin badannya menjadi sehat & bugar...
Ia telah memilih dokter... tapi tak mau berobat...
Atau... stelah berobat & diberi resep... ia tak mau membelinya...
Atau... setelah membeli obat... ia tak mau meminumnya...

.....?????!!!!!

Adakah orang yang berjuang mencari kebenaran...
Kemudian ia menemukannya...
Namun ia tak mau mengambilnya...

.....?????!!!!!

Bilapun ada yang seperti itu...
Semoga itu bukan Anda...
Dan juga bukan saya...

.....!!!!!

SALAM KAMI BUAT SEMUA YANG BERJUANG UNTUK KEBENARAN
APAPUN BAJU & BENDERANYA

Minggu, 22 Desember 2013

Senjata Makan Tuan

Sore yang cerah, disebuah sekolah sore, sebuah madrasah.
Yth. Pak Guru mengajar kami, kelas 4, Tauhid Wadhih, di bab pertama.

Limaadza ta'taqiiduka annallooha maujuudun?
Bagaimanakah kalian meyakini bahwa Alloh itu ada?

Kemudian Pak Guru mulai menerangkannya.
(Aslinya menggunakan bahasa jawa, logat pedesaan).

"Ini apa. anak-anak...?".
"Kapur Pak Guru...".
"Kapur ini ada sendiri atau ada yang membuat, anak-anak...?".
"Ada yang membuat, Pak Guru...".
"Siapa yang telah membuat kapur ini, anak-anak...?".
"Tidak tahu, Pak Guru...".
"Tapi apakah pasti ada yang membuat kapur ini, anak-anak...?".
"Pasti ada yang telah membuatnya, Pak Guru...".

Kemudian, Pak Guru menanyakan benda-benda yang ada didalam kelas.
Sejak dari kursi, bangku, papan tulis, dinding, atap, hingga usuk, reng & paku.
Bahwa semua yang ada disitu, semuanya ada yang membuat.

Pak Guru juga menanyakan yang berada diluar kelas.
Rumah-rumah, musholla, masjid, jalan raya, tumbuhan, binatang... dst...
Semuanya itu ada yang membuat. Pasti & jelas, ada yang membuat.

Lalu Pak Guru mulai menanyakan hal-hal yang lebih besar...
Bumi, bulan, matahari, galaksi, manusia, alam rahim, alam dunia... dsb...
Semuanya itu ada yang membuat. Pasti & jelas, ada yang membuat.

Setelah menanyakan semua itu tadi...
Lalu kami diajak untuk menyimpulkannya.
Bahwa setiap yang ada, pasti ada yang membuatnya.
Terlepas dari siapa yang telah membuatnya, sudah tehu ataupun belum.
Tapi pasti, bahwa...
SETIAP SESUATU YANG ADA, PASTI ADA YANG MEMBUATNYA.

Pelajaran selesai... Baca Surat Wal-'Ashri... Qiyaaman... Wassalam & pulang.

Sore temaram, gerimis kecil, suara cenggeret sayup-sayup makin reda.
Aku tak peduli dengan teman-teman yang bermain-main air bergelak tawa.
Kukepit buku di ketiak kiri, daun pisang ditangan kanan memayungi kepala.
Jalan setapak yang agak licin berlumut, melintasi petakan kebun-kebun ketela.

Pikiranku terpaku sejak tadi. Sejak dikelas tadi. Tak mau bergeser sama sekali.
Ada sebuah pertanyaan yang membuatku gelisah. Tak pernah bisa kusingkirkan.
Terus saja ia berteriak dalam benak, menggebu, penasaran... tapi meresahkan.

Setiap yang ada, niscaya ada yang mencipta.
Alam semesta ada, niscaya ada yang mencipta.
Tuhanlah Sang Pencipta alam semesta.
Itulah bukti keyakinan kita bahwa Tuhan itu ada.

Itulah kesimpulan dari pelajaran terakhir dikelas tadi.
Kesimpulan itulah yang kian menggelayuti pikiranku tanpa henti.
Tanpa terasa, aku telah sampai dirumah, lalu aku mulai bersih-bersih lampu.
Lalu beli meinyak tanah, mengisikannya, dst, hingga petromaks pun telah menyala.

Bagai otomatis, semua berjalan, sementara pikiranku tetap terpaku gelisah.

Setiap yang ada, pasti ada yang membuat.
Apakah Tuhan itu ada? Ya, ada.
Sedangkan setiap yang ada, pasti ada yang membuat.
Lalu, siapakah yang telah membuat Tuhan?
Bukankah setiap yang ada pasti ada yang membuat?
Ya. Setiap yang ada pasti ada yang mencipta.
Lalu.... Apakah Tuhan ada? Ya, jelas ada !!
Bukankah setiap yang ada pasti ada yang mencipta...?
Lalu... Siapakah yang telah mencipta Tuhan... ???? !!!!

Kian gelisah. Semakin resah. Itu kan pertanyaan yang sangat tabu.
Itu kan pertanyaannya orang-orang kafir... Itu kan... Uuuuh... makin resah.

Usai jamaah sholat isya', dengan gontai kumelangkah pulang dari musholla.
Padahal tadi rencana mau menanyakannya kepada Pak Ustadz usai mengaji.
Namun ternyata aku tak berani menyampaikannya.
Setelah Ayahku pulang, ingin bertanya... pun tak berani lagi...

Setiap yang ada, pasti ada yang mencipta.
Tuhan ada. Padahal setiap yang ada pasti ada yang mencipta.
Lalu siapa yang mencipta Tuhan... ???? !!!!!

Kutemui kakakku, tapi ternyata aku tetap tak berani.
Bukankah itu pertanyaan orang-orang yang tidak beriman...?
Bukankah itu...
Bukankah....
..............
..............

Wahaiiii, siapakah yang mau membantuku dari kekafiran ini... ??
.............. ..............
Setahun pun berlalu... tersimpan rapat tanpa jawaban...

Wahaiiii, siapakah yang mau membantuku dari kekafiran ini... ??
.............. ..............
Lima tahun pun berlalu... tersimpan rapat tanpa jawaban...

Wahaiiii, apakah aku kafir dengan pertanyaan ini... ??
.............. ..............
Tujuh tahun pun berlalu... tersimpan rapat tanpa jawaban...

Wahaiiii, bukankah Tuhan memberi pikiran untuk berpikir & bertanya... ??
.............. ..............
Baru kemudian, di 22 tahun usiaku, bagai petasan yang meledak...
Keberanianku tumbuh, ketegaran pun bersemi membara....
Mungkin karena akau kini adalah seorang tentara, Bintara Muda.

Tiada seorangpun yang kuajak menemani, pergumulan pun kumulai.
Dengan seragam tentaraku kumasuki satu persatu pusat-pusat rumah santri.
Bertanya, bertanya & terus bertanya... Siapa yang mencita Tuhan ??
Mencari, mencari & terus mencari... Siapakah Pencipta Tuhan.

Seribu jalan kulalui, seribu rintangan kulintasi.
Dari 100% yang kutanya, 90% memarahi. Padahal jawaban yang kucari.
9%nya menasehati: Teruskan Nak, nanti akan ketemu yang kaucari.
1%nya lagi... dari sini kudapati lantunan merdu yang membesarkan hati.
Pikiranku diacak-acak, pertanyaanku dipertanyakan... kecerdasanku bagaikan mati.
Perspektif baru, pandangan dunia baru... terbitlah fajar, rumuspun berganti.
Embun dini hari, kini mampu kutampak lagi, beningmu menyimpan jutaan rahasia.

Haripun berganti, ombak meriak, riakpun menepi, pasir memutih dipantai yang sepi.
Kubisikkan keteling hati adik-adikku: masihkah pertanyaan-pertanyaan liar kalian...?
Lalu kami asyik bertengkar, bertanding & bergulat, hingga berratus jusus...
Semoga kalian tak lagi terjebak dengan senjata yang memakan tuan.
Yang telah dikeramatkan dibanyak padepokan, diajarkan ke ribuan orang-orang.
Yang tanpa disadari, ia telah memakan tuannya sendiri, dan dirinya pun termakan.

Setiap yang ada, pasti ada yang menciptakan.
Rumus terdepan dalam ilmu ketuhanan. Senjata pembuktian adanya Tuhan.
Namun, manakala dengan rumus itu ditanyakan: Siapa yang mencipta Tuhan?
Senjata itu kemudian berbalik arah kepemilik rumus itu sendiri.

Wahaiii, apakah kalian masih menyimpan senjata ini?
Semoga kalian berkenan untuk tak berhenti, dari bertanya & mencari.

Walaaquwwata illa billah.

Berfikir Kaca Mata

Bila seseorang memakai kacamata hitam,
warna putih akan terlihat hitam.

Hanya dengan kacamata bening
seseorang melihat sesuatu sebagaimana adanya.

Seperti itu pulalah yang terjadi dalam berfikir.

Ada begitu banyak kacamata-kacamata
yang diletakkan didepan mata fikir manusia.

Ada kacamata su'udzon,
ada kacamata husnudzdzon.

Ada kacamata suka/tidak-suka,
ada kacamata cinta/benci.

Ada kacamata materialisme,
ada kacamata fanatisme.

Ada kacamata sosialisme,
ada kacamata egoisme.

Ada pula yang berkacamata sembarang.

Siapapun akan tertipu,
manakala ia salah menggunakan kacamata.

Melalui web ini...
saya menawarkan "Kacamata Tauhid".

Dengan tetap mengharap doa & restu Anda semua
persilahkan menyimaknya dengan sepenuh daya kritis Anda.

Berfikir Tergesa Gesa

Pernahkan Anda menemukan
seseorang yang seperti dibawah ini...?

Dengan data seadanya,
dengan analisa sekenanya...
Tiba-tiba dia telah mengambil kesimpulan.

Dengan pola, model & modal seperti itu
kemudian diatasnamakan sebagai kebenaran.

Dengan itu dia menilai,
dengan itu dia menghukumi, bahkan menghakimi.

Bagaimanakah hal ini menurut Anda?

Berfikir Sembarang

Sebuah kaidah universal menyatakan
BILA CARANYA SALAH, HASILNYAPUN AKAN SALAH.

BISA JADI KEBETULAN BENAR,
TAPI KEBETULAN BUKANLAH KEBENARAN.

Semakin alatnya canggih, tapi caranya salah,
kenegatifannya akan semakin parah.

Mobilnya canggih, tapi cara menggunakannya salah...
apakah yang akan terjadi ?

Senjatanya canggih, tapi cara mengoperasikannya salah...
apakah yang akan terjadi ?

Otaknya jenius, tapi cara berfikirnya salah...
apakah yang akan terjadi ?

Kitab suci pasti canggih, tapi bila cara berfikirnya salah...
apakah yang akan terjadi ?


Adakah yang lebih mengerikan dari...
cara berfikir sembarang...
yang hasilnya diatasnamakan kesucian?

Adakah yang lebih mengerikan dari...
agama yang di akses dengan cara berfikir yang tidak agamis,
kemudian hasilnya diyakini sebagai kebenaran
yang sejajar dengan agama itu,
lalu dia berjuang & berjihad keluar dengan keyakinannya itu ?!

Adakah yang lebih mengerikan dari ini...?!

Berfikir Kritis

Adalah angin sejuk
bagi pendamba kebenaran, keadilan & kesejatian.

Adalah wewangian sorga
bagi para penghamba Tuhan.

Sekaligus adalah berita buruk
bagi politikus & penguasa yang lalim.

Dan adalah telur busuk
bagi agamawan & rohaniawan yang dzolim.

Pertanyaan Kritis

Adalah mikroskop yang mampu mendeteksi virus-virus
yang tak tampak dimata umum.

Adalah pisau tajam yang mampu membedah kangker-kangker
yang berkembang tanpa rasa sakit.

Adalah senjata ampuh
bagi para pencari & perindu kebenaran...

sekaligus merupakan tsunami
bagi para penikmat gelar-gelar kesucian
bagi para pecinta singgasana-singgasana harga diri.

Kritis

Merupakan sisi lain dari bertanya,
namun ditujukan terhadap hal-hal yang telah difahami.

Bila bertanya lazimnya untuk mencari jawaban,
mengkritik adalah untuk mengkoreksi jawaban yang telah ada.

Semakin tinggi daya kritis seseorang,
ia akan semakin selamat dari pemahaman yang salah.

Semakin kritis seseorang,
ia akan makin tajam dalam membedah permasalahan-permasalahan
ia akan makin tajam dalam membedah kesalahan-kesalahan.

Dan sebaliknya...
semakin tidak kritis,
ia akan semakin mudah terdoktrin, terjebak,
atau bahkan... tersesat.

Bertanya

Merupakan bibit pemahaman, bibit ilmu, bibit kemanusiaan.

Manakala "bibit" ini dikekang,
maka akan terjadi pengekangan pemahaman & pengekangan kemanusiaan.

Bila bibit ini dipasung,
maka akan terjadi proses pemasungan kemanusiaan...
atau bahkan bisa jadi tengah terjadi pembinatangan manusia.

Bila pemasungan "potensi bertanya" itu terjadi pada sebuah keluarga,
maka dalam keluarga itu tengah terjadi pemasungan kemanusiaan
(bisa jadi: pembinatangan manusia).

Bila pemasungan "potensi bertanya" itu terjadi pada sebuah organisasi...
pada sebuah bangsa... pada sebuah agama...
maka disitu tengah terjadi proses pemasungan kemanusiaan
(bahkan bisa jadi: pembinatangan manusia).

Berfikir

Merupakan proses mekanisme akal
yang dimulai dengan bertanya & diakhiri dengan jawaban.

Seusai ditemukannya jawaban,
akan timbul pertanyaan lain yang lebih tinggi...
Begitu seterusnya bagi seseorang yang selalu berfikir.

Gugusan yang tersusun dari pertanyaan-pertanyaan & jawaban-jawaban
itu lazim disebut sebagai pemahaman.

Kian benar pemahaman seseorang,
akan kian mendukung kebenaran sikap hidup seseorang tersebut.

Kian salah pemahaman seseorang,
akan kian mendukung terjadinya kesalahan pada sikap hidupnya.

SIAPA YANG SALAH MEMAHAMI, IA AKAN SALAH MENSIKAPI.

Ciri Khusus Kemanusian Manusia

Adalah merupakan ciri khusus makhluk manusia.
Kian sempurna kemampuan berfikir seseorang,
maka dia akan semakin sempurna.

Yang saya maksud kian sempurna itu
bukanlah sekedar kecerdasan/kejeniusan berfikir,
yang justru akan semakin menakutkan & mengerikan,
manakala dia berfikir sembarang...

Tetapi, yang saya maksudkan dengan berfikir yang kian sempurna itu
lebih terkait kepada:

BENARNYA TUJUAN BERFIKIR
BENARNYA CARA BERFIKIR
KESERIUSANNYA DALAM BERFIKIR

Segagah apapun seseorang, secantik apapun,
sekaya apapun... sehebat apapun seseorang,
ia tidak akan berharga sebagai manusia,
manakala ia tidak mampu berfikir.

Bahkan akan menjadi lebih tak berharga lagi,
manakala ia cerdas / jenius
tetapi tujuan & cara berfikirnya sembarang.

Tiga Prinsip Dasar Menapak Jalan Keguruan

Tema ini adalah kelanjutan dari tema sebelumnya, yaitu...
TIGA PRINSIP DASAR MENAPAK JALAN KEILMUAN.

Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, nahwa...
Seluruh keilmuan kita adalah hasil pencerapan kita terhadap informasi.
Jika informasi yang masuk itu bermuatan buruk, maka...
Kita akan menyerapnya menjadi pemahaman-pemahaman yang buruk.

Masalahnya sekarang...
Mungkinkah informasi yang baik bisa keluar dari sumber yang buruk?
Jika hanya punya yang buruk, bisakah dia memberikan yang baik.

Disinilah masalah sumber informasi itu menjadi sangat menentukan
khususnya terhadap mutu & perkembangan ilmu kita.
Sementara itu, kitapun sudah sangat faham, bahwa...
Sumber informasi itu tak terhitung jumlahnya.
Baik yang melalui media tulisan maupun media lisan.
Baik yang melalui media interaksi personal maupun interaksi sosial.

Bagaimana agar kita bisa lebih selektif ditengah berbagai sumber informasi ini?

Kita akan sangat kesulitan jika kita menggunakan gais berfikir horizontal.
Apakah yang harus kita jadikan alat-ukur & kriteria-kriterianya.
Apa, siapa, dan bagaimananya
yang mesti kita pilih & tetapkan sebagai sumber primer informasi.
Bahkan kita akan sangat riskan terjebak kedalam subyektifitas keseleraan kita.
Bagi yang seleranya tinggi terhadap seni-peran, dia akan mencarinya didunia selebritis.
Sedang yang seleranya tinggi terhadap politik, dia akan mencarinya didunia politik.
Dst... sesuai dengan kecenderungan masing-masing orang.

Lalu...
Bagaimana agar kita bisa lebih selektif ditengah berbagai sumber informasi ini?

Ada garis berfikir yang jauh lebih praktis namun lebih valid, yaitu...
Dengan mengembangkan garis berfikir hierarkhi vertikal, yaitu...
Dengan mengembangkan cara berfikir tauhidi, yaitu...
Menarik dari sumber tertinggi, secara hierarkhis, kita turunkan hingga kediri kita.

Kurang lebih proses sederhananya tergambarkan sbb:
Sumber kebenaran adalah Tuhan.
Tapi kita mesti mengakses kebenaran hakiki tsb melalui Duta-Duta Tuhan.
Jika kita telah mampu, kita bisa langsung mengakses ke Beliau itu.
Maka kita dengan mantap menetapkan beliau sebagai sumber informasi primer kita.
Jika belum mampu akses langsung, kita upayakan bisa akses ke Wakil Beliau.
Wakil Beliau itu tentunya yang ditunjuk/ditugasi oleh Beliau sendiri.
Tidak bisa disebut Wakil Beliau, manakala ditetapkan atas hasil aklamasi kita.
Jika kita belum mampu mengakses langsung ke Sang Wakil tsb... alternatifnya..
Kita berupaya mengakses Wakilnya Sang Wakil tsb.
Begitulah seterusnya, kita turunkan, hingga ke hadapan kita.
Dari bangunan berfikir itulah maka saya menyimpulkan sebuah formula
yang kemudian saya sebut sebagai...
TIGA PRINSIP DASAR MENAPAK JALAN KEGURUAN.
Dalam rangka berproses merangkak ke atas secara bertahap.
Taati Guru Kebenaran yang ada saat ini.
Cari Guru Kebenaran yang lebih tinggi.
Pindah kepada Guru Kebenaran yang lebih tinggi itu... dst...
Hingga semakin terdekatkan kepada Guru Kebenaran hakiki...
Dalam garis hierarkhi yang bersambung kepada Sumber Kebenaran (Alloh swt).


Ketiga formula tersebut...
masing-masing menuntut konsekuensi logisnya, antara lain:

1. Saya harus selalu mentaati Guru Kebenaran saya saat ini.
Saya bisa rasakan dengan jelas manakala mau sedikit serius & cermat.
Dari sekian banyak serasa pantas kita sebut sebagai Guru...
Ada satu diantaranya yang memberikan kontribusi terbanyak atas diriku.
Beliaulah yang harus saya posisikan sebagai Guru Kebenaran saya saat ini.
Beliaulah yang telah menjadikan perhatianku terhadap kebenaran kian meninggi.
Yang telah menjadikan semangatku terhadap kebenaran kian menggelegak.
Yang telah menjadikan kerinduanku terhadap kebenaran kian menggebu.
Beliaulah yang telah menjadikan kebutuhanku terhadap Alloh kian tak tergantikan.

Ringkasnya...
Siapa yang telah mampu mempengaruhiku sehingga lebih dekat kepada Tuhan.
Dialah yang harus kita jadikan Guru Kebenaran sementara ini.
Dia itu, bagi masing-masing kita bisa berbeda.
Dan, ini sangat penting, setiap orang hanya bisa menemukan siapa "dia" itu.
Hanya manakala kita mau serius membanding dengan jujur, jujur yang tanpa syarat.


2. Saya harus selalu mencari Guru Kebenaran yang lebih tinggi.
Saya sangat menyadari, bahwa Guru Kebenaran yang kutemukan saat ini...
Belumlah merupakan figur sempurna yang bisa saya jadikan terminal.
Saya sangat menyadari, bahwa saya harus terus berproses, ini barulah halte.
Saya harus berjalan untuk menuju halte berikutnya.

Salah satu kriteria primer untuk bisa lebih meyakini Guru kita saat ini...
Apakah Beliau memproses kita untuk diajak ke Guru yang lebih tinggi...
Atau malah sebaliknya, dia ingin menjadikan dirinya sebagai terminal...??

Apabila kita selalu diarahkan untuk menemukan Guru kebenaran yang lebih tinggi...
Berbahagialah, lebih yakinlah, & kian posisikan diri sebagai murid yang baik.
Beliau benar-benar bisa kita andalkan sebagai jembatan untuk menuju halte berikutnya.

Sebaliknya... Selalu waspada & makin berhati-hatilah...
Jika ternyata beliau itu cemburu & tak rela bila kita mencari guru yang lain.
Alih-alih mengajak kita, dia malah marah ketika kita belajar di guru yang lain.
Yang begini ini, mesti kita hormati, dengan cepet-cepat mencari guru lain yang lebih tinggi.

Guru SD yang baik, ia akan bersyukur melihat mantan muridnya kini telah di SMA.
Guru yang bukan guru, dia tak ingin murid-muridnya berguru kepada selain dirinya.
Bagai seorang guru SD, yang maunya kita di SD itu... terus.
Kagak rela kalau kita pindah ke guru SMP. ....hehee... lucu ya....
Kasus seperti ini aneh tapi nyata.
Sepertinya hal yang mustahil, namun terbukti ada.
Lihatlah... ironisnya itu justru terjadi di komunitas-komunitas yang berbaju religius.
Uhhh.... padahal dilembaga pendidikan formal saja, hal seperti itu sudah sangat aib.
Menggemaskan.... sekaligus sangat memprihatinkan....
Justru itu menjamur di majelis-majelis pendidikan yang berbendera agamis !!

Oh God.... Adrikny ya Robb... Sholluu 'alaa Muhammad wa Aali Muhammad.


3. Saya harus berani berpindah kepada Guru Kebenaran yang lebih tinggi.
Saya juga sangat menyadari, hal ini akan menimbulkan gesekan-gesekan psikologis.
Psikologi diri kita sendiri. Psikologi komunitas yang terkait. Serta lail lain yang terkait.
Terutama bagi psikologi seorang bukan guru yang ngotot mengaku guru.

Efeknya kadang enteng-enteng saja dan cepat menghilang tertelan waktu.
Tapi ada juga yang hingga menghebohkan... hingga carut-marut berkepanjangan.

Namun yang pasti, justru makin manis, & yang indah kian indah...
Bagi siapapun yang terus berproses & terus berproses...
dengan selalu & kian FOKUS terhadap TUJUAN
dengan selalu & kian WASPADA terhadap NIAT
dengan selalu & kian KONSENTRASI terhadap TUGAS

Yang ikhlan akan kian asyik & fresh.
Yang riya' akan kian letih & stress.


____________


Mohon maaf sekali lagi....
Mohon perkenan kemakluman dari Anda semua...

Bahwa seluruh isi dari web ini...
sama sekali tidak representatif untuk meng-atasnama-kan pihak manapun.
Kecuali sebagai sebuah paparan proses pemahaman,
ditengah proses yang masih amat jauh & panjang...
dari seorang bocah yang tengah berjuang memahami taklif kehambaannya...
yang amat merindukan seteguk air susu dari Ibu-Zamannya...
untuk bisa memproteksi & meng-imunisasi diri dari virus-virus talabbusat modern.
Seorang bocah kecil yang tengah berjuang menumbuhkan potensi kedewasaannya,
demi menggapai Menejemen Kehendak Tuhannya,
agar ia mampu meridhoi, apapun yang diridhoiNya...

Tiga Prinsip Dasar Menapak Jalan Keilmuan

1. Mohon perkenan maaf dari Anda semua...

Bahwa keseluruhan isi dari web ini...
hanyalah dipersembahkan kepada para pemerhati & perindu kebenaran.
Yang senantiasa menjaga semangat saling menghormati
terhadap pencapaian tingkat kebenaran seseorang,
yang bagi masing-masing orang, berada pada tingkat pencapaian yang berbeda.
Karena, adanya tingkat pemahaman kebenaran yang berbeda-beda itu...
adalah sebuah keniscayaan yang pasti terjadi & akan selalu terjadi.

Dengan semangat yang seperti itulah kiranya...
kita akan terhindarkan dari suasana saling menghukumi & menghakimi.
Namun justru...
akan kian mampu memanfaatkan adanya perbedaan pemahaman itu
sebagai sarana untuk saling tukar pemahaman, sharing & diskusi,
dengan tetap menjaga konsistensi proses & kerinduannya...
terhadap kebenaran yang lebih tinggi.


2. Mohon perkenan perhatian dari Anda semua...

Bahwa masalah-masalah serta pembahasan-pembahasan yang saya angkat di web ini,
keseluruhannya tak terlepas dari kaidah yang melandasi gerak proses keilmuan saya,
yang terumuskan dalam Tiga Prinsip Menapak Jalan Keilmuan yaitu:
Taati kebenaran yang telah difahami saat ini.
Cari kebenaran yang lebih tinggi.
Pindah kepada kebenaran yang lebih tinggi itu... dst...
Hingga semakin terdekatkan kepada kebenaran hakiki...
sebagaimana yang sesungguhnya dimaksudkan oleh Alloh swt.

Ketiga kaidah tersebut...
masing-masing menuntut konsekuensi logisnya, antara lain:


1.Saya harus selalu berani jujur terhadap keilmuan diri:
Mustahil saya bersikap melampai ilmu saya.
Jangan bergaya tahu bila memang belum tahu.
Janganlah kamu membohongi dirimu sendiri.

2.Saya harus selalu menyadari:
Bahwa setiap kali satu pintu ilmu berhasil dibuka,
terpampang didepan pintu tersebut, ribuan pintu ilmu yang masih tertutup.
Tiap satu pintu lagi dibuka...
baru terlihat lagi didepannya, berribu pintu lagi yang terlihat masih tertutup.

Begitulah seterusnya...
kian ilmu seseorang bertambah, ia akan kian menyadari kebodohannya.
Jauh-jauh lebih banyak berlipat-lipat ganda hal-hal yang belum difahami,
dibandingkan dengan apa yang sudah bisa difahami.

Bahwa proses belajar harus terus berjalan,
demi mendapatkan kebenaran yang lebih tinggi, yang saat ini belum difahami.
Dari manapun datangnya, suka ataupun tidak suka, kebenaran adalah tetap kebenaran.
Tiada yang berhak menghentikan proses ini, kecuali ketakmampuan atau kematian.

3. Saya harus selelu siap, dan mesti semakin siap:
Untuk selalu merefisi pemahaman saya dari saat ke saat.
Tidak diperkenankan sama sekali untuk merasa,
bahwa saat ini ilmu saya sudah mencapai kebenaran hakiki...
bahwa proses keilmuan saya sudah selesai.
Siapapun yang keluar dari proses ini,
pasti akan terjebak kedalam kubangan stagnasi & kejumudan...
atau bahkan bisa jatuh lebih mengerikan lagi... kedalam ujub & takabur.


3. Mohon perkenan kemakluman dari Anda semua...

Bahwa seluruh isi dari web ini...
sama sekali tidak representatif untuk meng-atasnama-kan pihak manapun.
Kecuali sebagai sebuah paparan proses pemahaman,
ditengah proses yang masih amat jauh & panjang...
dari seorang bocah yang tengah berjuang memahami taklif kehambaannya...
yang amat merindukan seteguk air susu dari Ibu-Zamannya...
untuk bisa memproteksi & meng-imunisasi diri dari virus-virus talabbusat modern.
Seorang bocah kecil yang tengah berjuang menumbuhkan potensi kedewasaannya,
demi menggapai Menejemen Kehendak Tuhannya,
agar ia mampu meridhoi, apapun yang diridhoiNya...

Wasiat Terpenting

SEMULA...
Motifasi saya menulis permasalahan-permasalahan yang sangat penting ini, adalah dalam rangka melaksanakan tugas kehambaan dibidang ke-orangtua-an, yang ingin membantu proses penyempurnaan anak-anaknya, kelak... setelah cukup umur mereka.

Andai suatu saat saya mati sebelum mereka dewasa, saya sudah menyiapkan warisan & wasiat untuk mereka. Sebuah warisan & wasiat yang amat mahal harganya. Berupa ilmu-ilmu tentang kunci-kunci & basis kehidupan yang amat mendasar. Ilmu-ilmu yang mengemban misi untuk menggapai MANAGEMENT BERFIKIR & MANAGEMENT KEHENDAK, MENUJU TERCAPAINYA MANAGEMENT TAUHID.

Sepanjang pemahaman saya sekarang ini... itulah pondasi kesuksesan hidup didunia, sekaligus sebagai pondasi kesuksesan kehidupan abadi.

Dan... Ilmu-ilmu tersebut mengemban fungsi yang... jauh melampaui fungsi pentingnya dari... Management Intelektual (MI), Management Emotional (ME), ataupun Management Spiritual (MS), Bahkan melampaui fungsi pentingnya Management Quantum Spiritual (MQS).

Kapanpun saatnya ajal kematianku tiba... saya sudah siap dengan peninggalan termahal untuk anak-anakku tercinta. Telah tersimpan rapi dan terjaga dalam laptop, "Saving D", "Compressed (Ziipped) Folder", "MyBackup" !!


KEMUDIAN...
Dari beberapa usulan-usulan & saran. Dan setelah melalui safari diskusi-diskusi. Serta dari pertimbangan-pertimbangan yang sangat mendalam... Tulisan-tulisan wasiat/warisan itu... Yang merupakan perasan ikhtiar & sari pengalaman hidup saya itu... Yang saya susun sebelum saya menikah (Januari 2001) itu... Dan yang telah saya tulis ulang di komputer sejak 2005 itu... Mesti saya tulis ulang lagi, dalam bentuk "Website Online", dalam rangka meng-optimalkan fungsi & manfaatnya, tanpa mengurangi FUNGSI SEMULA sebagai WASIAT & WARISAN.


KINI...
Tengah menanti takdir...

BISMILLAAHIRROHMAANIRROHIIM

Tiada yang lebih indah untuk mengawali seluruh rangkaian pembahasan dalam web ini, selain memulainya dengan kalimat penghambaan kita:

BISMILLAAHIRROHMAANIRROHIIM

Dengan Nama Alloh Yang Maha Rohmaan & Maha Rohiim.
Bukan sekedar Dengan Nama Pribadi, bukan sekedar Dengan Nama Keluarga, Masyarakat, atau Bangsa, juga bukan sekedar Dengan Nama Kemanusiaan, apalagi sekedar Dengan Nama Keuntungan, Hasil, ataupun Kebahagiaan.
Karena...
seluruh aktifitas manusia tergadai & bergantung pada motivasi & niatnya. Dan tiada niat para penghamba Tuhan... selain: Dengan Nama Alloh Yang Maha Rohmaan & Maha Rohiim.


WALAA QUWWATA ILLA BILLAAH

Tiada daya dan tiada upaya kecuali dengan Alloh.
Tiada daya dan tiada upaya kecuali dengan Utusan-utusan Alloh.
Tiada daya dan tiada upaya kecuali dengan Figur-figur Kebenaran.
Tiada daya dan tiada upaya kecuali dengan Kebenaran.
Karena... selain itu...
Hanyalah daya dan upaya yang mengakibatkan kerugian dan kehancuran.
Hanyalah daya dan upaya yang menjauhkan diri dari posisi kehambaan.
Hanyalah daya dan upaya yang mengikis kebahagiaan & meruntuhkan penghambaan.


TUJUAN merupakan hal terpenting dalam setiap aktifitas. Adalah faktor yang paling banyak mempengahuhi kepribadian hidup kita. Bahkan tujuan adalah dominator dari gerak proses kehidupan seseorang.

Masalah tujuan, seyogianya kita posisikan pada prioritas primer, untuk dipelajari, difahami, dibenahi, ditetapkan & ditegaskan.

Sekian banyak teman-teman mahasiswa kita yang dengan sangat enjoi mereka berkorban waktu, biaya, fikiran, & harus meninggalkan keluarga yang disayanginya. Sementara itu, dengan semangatnya, nyaris bukan sebuah beban, namun justru telah berubah menjadi sebuah keasyikan...
Setiap hari mereka mempelajari rumus-rumus fisika & biologi yang rumit-rumit, menyelam di kedalaman sekian banyak teksbook-teksbook yang aneh-aneh. Itu dilakukan setiap hari, hari demi hari, selama bertahun-tahun.

Kenapa mereka mampu melakukan hal-hal serumit itu?
Kenapa mereka dengan sangat ringan bisa berkorban sebanyak itu?
Foktor apa yang mampu menciptakan semangat mereka yang begitu tinggi?

Jawabnya cukup dengan 1 kata, yaitu TUJUAN.

Mereka sudah menetapkan tujuannya untuk jadi DOKTER. Semua konsekwensinya itu mereka ambil dengan sadar, dengan rela & dengan harapan akan mampu meraih tujuan tsb.

Tujuannya itulah yang membuat mereka rela berkorban, membuat enjoi terhadap pekerjaan-pekerjaan yang sulit. Tujuannya itulah yang membuat semangat mereka melambung tinggi.

Kemudian, coba kita lihat...

Mungkinkah hal-hal seperti itu mampu dilakukan oleh teman-teman kita, yang tujuannya ingin menjadi Tukang Bakso Keliling? Mampukah dia mengorbankan waktu bertahun-tahun
untuk mempelajari buku-buku medis yang rumit-rumit itu? Kenapa dia sama sekali tidak punya semangat untuk itu?

Jawabannya pun cukup dengan 1 kata, yaitu TUJUAN.
Karena tujuannya adalah ingin jadi Tukang Bakso Keliling. Bukan ingin jadi Dokter.

Sebaliknya pula...

Mampukah para mahasiswa tadi berkorban beaya, tenaga, waktu dll, untuk mempelajari bagaimana cara membikin gerobag bakso? Mampukah mereka mendorong gerobak keliling kampung setiap hari, hari demi hari?
Kenapa mereka sama sekali tidak punya semangat untuk itu? Jawabannya pun sama, yaitu karena faktor TUJUAN.

Tujuanlah yang telah menarik, mempengaruhi & mengkondisikan seseorang. Sejak dari langkah kakinya, selera jiwanya, struktur berfikirnya, hingga semangat berkorban & kecintaannya terhadap tugas-tugas yang diemban.

Tujuanlah yang mendominasi proses gerak hidup seseorang, yang mewarnai rasa kepribadian setiap orang.


Tujuan adalah dominator atas hidup seseorang.
Manakala tujuannya besar, ia adalah calon orang besar.
Manakala tujuannya kecil, ia adalah calon orang kecil.
Manakala tujuannya benar, ia adalah calon orang benar.
Manakala tujuannya salah, ia adalah calon orang salah.
Manakala tujuannya Tuhan, ia adalah calon Manusia Tuhan.
Manakala tujuannya Non-Tuhan, ia adalah calon manusia Non-Tuhan.

Dst, dst... Setiap orang adalah calon dari apa yang ditujunya.
Tujuan adalah faktor pengaruh yang mendominasi setiap orang.

Saya ini calon manusia apa, dan Anda akan menjadi apa?
Seberapakah nilai diri saya & seberapa nilai diri Anda.
Jawabannya ada pada APAKAH TUJUAN HIDUP masing-masing.

Agamaku, Islam Yang Mulia, mengajariku tentang hal ini pada prioritas yang tertinggi. Dan menempatkannya pada dasar seluruh bangunannya, yang sekaligus merupakan dasar kesuksesan setiap manusia, dasar kebahagian & jaminan masa depan setiap manusia.

Ajaran tsb lazim disebut sebagai Ushul-nya Addin (Landasan Agama), disebut juga sebagai Ushul-nya Aqidah (Landasan Sistem Ikatan Keyakinan).... yaitu TAUHID (Meng-Esakan Tuhan sebagai Dominator & Pusat Tujuan Manusia).

Kebahagian, masa depan & kesuksesan manusia bermula dari sini.
Sebaliknya...
seluruh kegagalan & kesengsaraan berangkat dari terbengkalainya masalah ini.

Tanpa tujuan yang benar... Seluruh kiprah kerja akan mubadzir, sia-sia atau bahkan rugi.

Lalu bagaimanakah dengan diri kita?
Apakah tujuan hidup Anda?
Kemanakah hidup & matimu akan kau bawa?
Hendak kau kemanakan diri & masa depan kalian...??

Membunuh atau dibunuh

Membunuh/Dibunuh Dalam Persepsi

*
Ilmu tak pernah mengenal Musyawarah. Ilmu tak mengenal kompromi.
Yang benar tetap benar & yang salahpun tetaplah salah.
Musyawarah & kompromi hanya ada dalam sikap-sikap sosial kemasyarakatan,
bukan dalam masalah argumentasi atau keilmuan.


**
Kebenaran hakiki hanyalah satu.
Tetapi karena kadar informasi dari kebenaran itu beragam,
dan daya serap terhadap informasi masing-masing berbeda,
sehingga tingkat pemahaman manusia terhadap kebenaran pun berbeda.
Semoga kita tidak tergesa-gesa untuk memutuskan hukum,
batil, musyrik, atau kafir, apalagi munafik... kepada orang lain...
hanya karena dia tidak sama dengan ilmu kita.


***
Semoga kita senantiasa meneguhkan tujuan & niat serta perjuangan kita
untuk selalu mencari kebenaran, mengambilnya & menyatu dengan kebenaran itu.
Tiada yang boleh menghentikan perjuangan itu,
kecuali ketidakmampuan dan kematian.
Dari sinilah seluruh baik-buruk seseorang diukur.
Dan mutu kehidupan seseorang ditentukan !!

Berebut Mahzab

Ditengah gugusan madzhab madzhab

Yah...
siapapun Anda... tentu juga termasuk saya...
Sadar atau tidak... suka ataupun tidak...
Kita semua ini hidup ditengah gugusan madzhab-madzhab...
Ditengah keaneka-ragaman & keaneka-jenisan madzhab-madzhab.

Bila istilah madzhab ini kita kaitkan dengan masalah ketuhanan,
kita akan mendapati adanya komunitas theisme & komunitas atheisme.
Kita akan mendapati adanya madzhab berketuhanan & madzhab anti tuhan.

Pada saat istilah madzhab kita kaitkan dengan kelompok yang bertuhan,
disana ada agama samawi & ada agama non-samawi.
Didalam kelompok agama samawi ada Yahudi, Nasrani & Islam.
Didalam Islam ada Ahlussunnah, juga ada Syi’ah.... dst...
Didalam suatu kelompok, terdapat kelompok yang lebih kecil.
Didalam suatu madzhab, didalamnya terdapat madzhab-madzhab kecil.

Manakala istilah madzhab ini kita hubungkan dengan masalah ilmu kalam,
disana ada Asy’ariyah, Mu’tazilah, & ada pula Imamiyah (Syi’ah Imamiyah).

Manakala istilah madzhab ini kita hubungkan dengan masalah fiqih,
disana ada Hanafiah, Malikiyah, Syafi’iyah, &ada pula Ja’fariyah.

Manakala.... dst,dst...
Bahkan ada madzhab yang tak bermadzhab.
Ada juga madzhab yang bebas madzhab.
Bahkan ada madzhab yang mengharamkan madzhab.

Didunia politik... ada Sosialisme, Kapitalisme, ada pula Islamisme.
Didunia politik Islam... ada Sistem Khilafah/syuro, ada Sistem Imamah/wasiat.
Didunia filsafat... ada Materialisme, Idealisme & Realisme.

Pada masing-masing madzhab...
didalam skup dunianya masing-masing...
masing-masingnya mempunyai madzhab kecil sebagai cabangnya...
dimasing-masing cabang itupun terdapat cabang-cabang lagi yang lebih kecil...
masing-masing dari cabang kecil itu... sesuai dunia kecilnya masing-masing...
masing-masing... masing-masing...
... hehehe... masing-masingnya udah ah ! udah banyak kan... hehe...

Begitulah kiranya...
Dunia ini penuh dengan aliran-aliran, penuh dengan madzhab-madzhab,
yang nyaris semuanya menyatakan dirinyalah yang paling benar.
“Ikutilah saya, sayalah yang terbaik, inilah jalan kebahagiaan”.

Nah...
Apakah Anda akan membenarkan semuanya, sementara mereka saling berbeda?!
Atau Anda akan menyalahkan semuanya?! Abstain?!
Atau Anda akan menggabungkan & mensinergikan mereka menjadi kesatuan?!
Atau Anda ingin mendirikan madzhab sendiri, sehingga madzhab akan bertambah satu lagi?!
Atau akankah Anda sekaligus menerima & menolak semuanya?!
Ataukah Anda akan memilih salah satunya...?!

Dan... tetapi... namun...
Bisakah memilih tanpa membanding?!
Logiskah bila telah menentukan pilihannya, sebelum ia membandingkannya?!

Lalu... kemudian...
Masalah-masalah mana sajakah yang mesti kita perbandingkan?
Lazimkah memperbandingkan antar Filsafat Materialisme dengan Fiqih Syafi’i?
Lazimkah memperbandingkan antar Agama dengan Islam?
Lazimkah memperbandingkan antar Ahlussunnah/Syi’ah dengan Islam?
Lazimkah memperbandingkan antar Katolik/Protestan dengan Nasrani?

Lazimkah memperbandingkan antar matahari dengan batu kerikil?
Lazimkah memperbandingkan antar samodra dengan segelas kopi?
Lazimkah memperbandingkan antar Tuhan dengan ciptaannya?
Lazimkah memperbandingkan antar Yang Tak Trbatas dengan sesuatu yang amat kecil?

Lazimkah memperbandingkan antar dua madzhab theologi dengan alat ukur hukum fiqih?
Lazimkah memperbandingkan antar dua orang Ustadz dengan validator hukum rimba?

Bila Anda menjawab semua pertanyaan tersebut dengan jawaban “tidak”...
maka Anda mesti menetapkan batasan permasalahannya dulu,
sebelum mengadakan perbandinagan.

Paling tidak...
Beberapa hal dibawah ini sangat perlu untuk diperhatikan:

1. Dalam membanding, obyek bandingnya haruslah sebanding.
2. Dalam memperbandingkan obyek banding, alat pembandingnya (validatornya) haruslah sesuai dengan obyek yang dibanding.
3. Dalam membanding, haruslah menggunakan hanya satu validator pembanding.
4. Sang pembanding haruslah tidak mememihak kepada salah satu obyek banding. Harus berada diluar kepentingan obyek banding. Ia harus benar-benar netral dari obyek-obyek yang tengah diperbandingkan itu.

Tujuan Manusia

berebut-kebenaran
TUJUAN MANUSIA
Hendak kaubawa kemana hidupmu ?!



Seluruh manusia mempunyai tujuan yang sama, mencari & mendamba kebahagiaan.
Letak bedanya hanyalah dalam memahami apakah sebenarnya kebahagiaan itu.
Dimana letak kebahagiaan itu berada ?
Apa & dimanakah pusat kebahagiaan seseorang itu berada ?
Setiap orang mempunyai tingkat pemahamannya masing-masing.

Kesitulah setiap orang menuju.
Untuk itulah setiap orang berjuang.
Bahkan disitulah nilai serta muara kehidupan setiap orang ditentukan.

Akal & Nafsu manusia masing-masing mencari & menawarkan kebahagiaan.
Akal mensyaratkan harus melalui pintu kebenaran.
Sedangkan Nafsu membolehkan lewat pintu mana saja.
Yang satu serba benar, sedangkan yang lain serba boleh.

Akal mewajibkan dengan cara yang serba benar;
sedangkan “Nafsu” menghalalkan segala cara.
Yang pertama lebih sulit ketimbang yang kedua.

Akal selalu mengajak kepada kebenaran Tuhan secara bersama-sama.
Nafsu selalu mengajak kepada kesenangan dirinya secara egois.

“Yang penting benar, itulah kunci kebahagiaan”, kata si akal.
“Yang penting senang, itulah kunci kebenaran”, kata si nafsu.

Pergolakan antara akal & nafsu adalah perang tanding
yang menentukan hidup/matinya kebahagiaan tiap orang,
bahkan sangat menentukan hidup/matinya kemanusiaan setiap orang.
Disitulah seluruh kiprah hidup manusia dipertaruhkan.
Disitu pula nilai kemanusiaan seseorang ditentukan.
Untuk inilah para nabi diutus & kitab suci diturunkan.
Demi membimbing akal manusia agar mampu mengelola nafsunya..
Demi menyempurnakan kemanusiaan manusia & menggapai kebahagiaan sejati.

Selamat berbahagia bagi yang memenangkan akalnya.
Dan, selamat berduka bagi yang memenangkan nafsunya.

Salam & hormat bagi yang memperjuangkan kebenaran.
Kehinaanlah bagi yang memperjuangkan kesenangan.

Nah...
Kini, kemanakah tujuan hidup Anda?!
Kebahagiaan model yang manakah yang tengah Anda perjuangkan?!
Disitulah dasar nilai serta mutu hidup Anda.
Dari sinilah setiap orang membangun/meruntuhkan masa depannya sendiri-sendiri.


Semoga kita dipersaudarakan dalam kebenaran & berkah.

WALAA QUWWATA ILLA BILLAH.
"Tiada daya dan tiada upaya kecuali dengan Alloh".

Tiada daya dan tiada upaya kecuali dengan Utusan-utusan Alloh.
Tiada daya dan tiada upaya kecuali dengan Figur-figur Kebenaran.
Tiada daya dan tiada upaya kecuali dengan Kebenaran.

Karena... selain itu...

Hanyalah daya dan upaya yang mengakibatkan kerugian dan kehancuran.
Hanyalah daya dan upaya yang menjauhkan diri dari posisi kehambaan.
Hanyalah daya dan upaya yang mengikis kebahagiaan & meruntuhkan masa depan

Berebut Kebenaran

IFTITAH
Kita hidup ditengah berbagai alternatif.
 
 

Kehendak bebas kita mengemban tugas
untuk memilih alternatif mana yang menguntungkan.

Apabila kita salah memilih, kita terpaksa menanggung konsekuensinya.
Kita telah memmilih teman, memilih jurusan pendidikan, & telah memilih jenis pekerjaan.

Masalah yang akan kita angkat dalam "Berebut Kebenaran" ini adalah...

Sudahkah kita memilih agama?
Yang dengannya kesuksesan dunia & akhirat kita ditentukan?

Sudahkah kita serius dalam memilih,
melebihi keseriusan pada saat kita memilih teman hidup?

Logiskah kita memilih tanpa membanding?
Apakah keberagamaan Anda merupakan hasil kerja membanding Anda?
Atau sekedar ikut arus lingkungan & warisan orang tua/nenek moyang?

Adakah Anda merasa kesulitan dalam membanding agama-agama?
Mempelajari satu agama saja sebegitu sulit & rumit,
bagaimana mungkin untuk membanding agama-agama?

Adakah kaidah-kaidah praktis dalam membanding?
Adakah sistematika membanding yang efektif?BB

Selasa, 19 Februari 2013

Sketsa Sistem Kedirian

SKETSA SISTEM KEDIRIAN
IBLIS
-------
NAFSU
NURANI
-------
MALAIKAT
Berfikir Sembarang
OTAK
Berfikir Tertib
INDRA
BADAN
Nurani & Nafsu adalah dua panglima diri.
Keduanya saling berebut pengaruh terhadap mekanisme otak.
Otak berfungsi sebagai pusat komando atas indra & badan.

Dibalik Nurani ada Malaikat, dibalik Nafsu ada Iblis.
Malaikat selalu mengajak naik keharibaan TUHAN.
Iblis selalu menjerumuskan dalam kubangan EGO.
Monoteisme adalah sumber peredaran kebahagiaan.
Egoisme adalah pusat gravitasi kesengsaraan.

Sungguh berbahagia sesiapa yang memenangkan Nurani-nya.
Turut berduka atas sesiapa yang memanjakan Nafsu-nya.


Sumber : https://berprosesmenujukesejatiandiri.blogspot.com/2011/12/sketsa-sistem-kedirian.html